Thursday, 31 July 2014

Tiger Ramona II



Tim Prabowo-Hatta Laporkan KPU ke Bawaslu

- detikNews
Salah satu Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta melaporkan
dugaan pelanggaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta,
Kamis (31/7/2014). Laporan tersebut terkait adanya pembukaan kotak suara
di beberapa daerah oleh KPU Kabupaten berdasarkan surat Edaran KPU RI
Nomor 1446/KPU Tanggal 25 Juli 2014.

Browser anda tidak mendukung iFrame

Wednesday, 30 July 2014

We Will Not Go Down (Gaza) - Michael Heart - OFFICIAL VIDEO

Bos Kompas: Katolik dan Cukong Wajib Dukung Jokowi

Cetak

Post 23 Maret 2014
By Faizal Assegaf

kompas Jakob Oetama dan sinar Mas

Ada
cerita menarik yang beredar terbatas di kalangan petinggi Kompas
Gramedia Group. Tentang konspirasi di balik opini bentukan jaringan
media menghadapi pemilu 2014. Tentang "kolaborasi kotor" kelompok
misionaris Katolik, konglomerasi Tionghoa dan elit PDIP. Tentang
rekayasa pencitraan Jokowi - Ahok menggilas akal sehat publik.

Kisah
penuh misteri itu berawal di akhir bulan Desember 2013. Orang - orang
berduit triliun rupiah yang kemudian dikenal dengan "cukong", berkumpul
bersama petinggi Kompas Gramedia Group, elite PDIP dan misionaris
Katolik. Atas nama kesamaan kepentingan ideologi, merumuskan sebuah
konspirasi jahat.

"Kita sudah berhasil membawa Jokowi - Ahok di
posisi jabatan strategis DKI Jakarta, kini selanjutnya mempermulus jalan
untuk memastikan Jokowi menjadi Presiden dan Ahok tampil memimpin
Jakarta." Sembari menegaskan: "Ini tahapan finalisasi untuk menguasai
Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim."

Dengan mengusung
tema liputan "Indonesia Satu", crew redaksi Kompas bergerak lincah
menyebarkan serangkaian isu dan opini penuh tipu muslihat ke ruang
publik. Sasaran mendongkrak popularitas Jokowi - Ahok dan menghembuskan
kebencian rakyat kepada elite dan partai non PDIP.

Hasilnya, dalam
kurun waktu yang tidak lama, Jokowi - Ahok diposisikan sebagai figur
fenomenal di panggung politik nasional jelang Pemilu 2014. Publik hampir
setiap hari disuguhi berbagai berita dari aneka lakon dua boneka yang
terus melenggang bebas mewakili ambisi cukong dan jaringan katolik.

Dengan
mengabaikan visi, Jokowi - Ahok hadir bagai sinetron berdurasi tanpa
batas menyihir pembaca dan pemirsa. Mulai dari serangkaian kisah
blusukan Jokowi yang menguras anggaran miliaran rupiah dari APBD, hingga
celoteh penuh amarah tanpa etika diperankan secara membabi-buta oleh
Ahok. Mirip pertunjukan "topeng monyet", yang setiap gerak-geriknya
sudah terlatih dan sepenuhnya dikendali oleh dalang alias cukong.

Jejak Hitam

Kompas
punya sejarah panjang dalam kongsi kepentingan dengan cukong. Media
utama milik kelompok Katolik ini, telah menjadi jaringan yang terus
menggurita. Di tahun 1998 - 1999, Kompas sukses mencitrakan pengaruh
Uskup Belo dalam pergolakkan politik paling spektakuler yang berujung
pada pelepasan Timor-Timur dari wilayah NKRI.

Uskup Belo
dikesankan bagai pahlawan kemanusiaan yang secara sporadis menyudutkan
ABRI (TNI) sebagai penjahat HAM dalam serangkaian kasus pembantaian
massal di Timor-Timur. Tudingan tanpa bukti itu, nyaris setiap hari
menghias halaman utama koran Kompas dan memicu intervensi kekuatan
asing.

Setelah setahun Timor-Timur lepas dari NKRI, publik
kemudian baru menyadari ternyata: Uskup Belo dan Kompas terlibat bermain
mata untuk memuluskan kepentingan cukong yang mengincar sumber kekayaan
minyak di Laut Timor. Dan untuk hajat busuk itu, maka jalan ekstrim
disintegrasi pun dimainkan.

Sangat menyedihkan, konspirasi Kompas
dan gereja Katolik yang dipimpin oleh Uskup Belo sukses menyulut api
kebencian di hati rakyat Timor-Timur. Di mana ratusan ribu warga
Indonesia yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa yang puluhan tahun
menetap di Timor-Timur menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi,
diusir dan ribuan dari mereka kehilangan nyawa serta harta bendanya.

Tragedi
berdarah lepasnya Timor-Timur (Timor Leste) dari wilayah Indonesia
adalah fakta sejarah yang tak terlupakan. Wilayah yang berpenduduk
mayoritas Katolik tersebut oleh Kompas sangat berkepentingan untuk
menjadikannya sebagai negara boneka dalam kendali Australia, Eropa dan
Amerika.

Timor Leste memiliki potensi sumber kekayaan alam dan
berada di zona strategis serta berdampingan dengan NTT yang berpenduduk
mayoritas Katolik. Dan oleh Australia, Timor Leste telah dijadikan
pangkalan militer yang setiap saat dapat memperluas pengaruhnya dengan
mencaplok kawasan di sekitarnya. Jalan kearah itu semakin terbuka lebar.
Dan lagi-lagi, Kompas menyembunyikan rencana licik itu dari perhatian
publik.

Bagaimana dengan Jokowi - Ahok...?

Kompas Gramedia
Group, cukong dan basis jaringan Katolik dengan mencolok tengah gencar
memainkan "disintegrasi politik" yang memporak-porandakan tatanan sosial
di negeri ini. Melalui penunggangan PDIP, Jokowi dipaksakan tampil
sebagai boneka mereka untuk dipersiapkan memimpin Indonesia lima tahun
ke depan.

Skenario busuk itu tidak lain bertujuan untuk memperluas
pengaruh Katolik dan cukong dalam penguasaan negara, sentra
ekonomi-keuangan dan sebagainya. Ambisi itu sangat nyata, dan secara
terbuka tokoh Katolik paling berpengaruh, Frans Maknis Suseno
menyampaikan pesan berupa ancaman: "Bila Jokowi tidak jadi presiden maka
Indonesia akan rusuh..."

Pernyataan misionaris Katolik Frans
Maknis Suseno, tidak berbeda dengan apa yang pernah dilontarkan oleh
Uskup Belo: "Lebih baik membawa mayoritas Katolik Timor-Timur lepas dari
NKRI dari pada bergabung dengan ummat Islam dalam kebhinekaan
Indonesia..."

Cara pandang para tokoh Katolik yang berkonsiprasi
dengan cukong, membuat banyak pihak bertanya: "Di mana sikap
nasionalisme Megawati dan politisi PDIP...?".

Hem, uang dan
kerakusan kekuasaan telah melunturkan spirit nasionalisme elite partai.
Masa depan rakyat di negeri ini tengah berjalan menuju jurang
kehancuran. Prihatin !

by Faizal Assegaf
Katolik Tidak Berafiliasi Dengan Ummat Islam…?

Cetak

Post 19 Maret 2014
By faizal assegaf

da vinci code dan brown vb1

"Kalian punya partai politik, tapi kami menguasai jaringan media, sponsor keuangan dan akses lobi internasional."

Kalimat
pendek penuh makna itu secara tersirat menjadi spirit dan doktrin
gerakan politik misionaris Katolik di negeri ini. Dan terbukti, lebih
dari 40 tahun, kedigdayaan Katolik tumbuh dalam aneka industri media
massa dan jaringan bisnis percetakan: Kompas Gramedia Group.

Katolik
sebagai agama peninggalan kolonial Belanda dan Portugal di Indonesia,
memiliki keunggulan dan kian menancapkan taringnya di berbagai sektor
strategis nasional. Namun menariknya, kekuatan yang demikian solid dan
sangat berpengaruh tersebut tidak banyak diketahui oleh publik.

Tetapi
bagi mereka yang telibat dalam dunia jurnalisme dan aktivis pergerakan,
sangat memahami secara mendalam serangkaian "permainan kotor" politik
para misionaris Katolik. Yakni, adanya "grand design" dari ambisi
terselubung ekstrimis Katolik untuk menguasai sentra-sentra kehidupan
bangsa dan negara.

Di permukaan lakon Katolik tampil sebagai agama
yang gencar menghembuskan isu humanisme, pluralisme, demokrasi, HAM dan
toleransi. Namun di balik semua pencitraan itu, berbagai jaringan
Katolik sangat agresif memporak-porandakan kehidupan rakyat.

Sebut
saja, konspirasi elite Katolik terlihat mencolok dari peran media
Kompas dan gerakan ribuan relawan dari ratusan yayasan yang berada di
bawah kendali Kompas Gramedia Group, kian bergerak mendorong
"kebangkitan politik dalam penyatuan kepentingan syahwat cukong
(kapitalis) dan PDIP".

Persenyawaan dari perpaduan jaringan
Katolik, cukong dan PDIP tersebut, secara perlahan namun pasti, dengan
cepat mengantarkan Jokowi- Ahok sebagai produk politik paling mutakhir
dan penuh tipu muslihat di perhelatan pemilu 2014.

Realitas tak
elok itu sesungguhnya telah menjadi perbincangan serius yang hampir
merata di berbagai kalangan elite bangsa. Dan secara spesifik telah
memicu kesadaran kaum muda di pusat-pusat kajian dan komunitas aktivis
pergerakan. Yakni, memahami bahwa Jokowi-Ahok hadir tak sekedar mengisi
ruang demokrasi secara alami, namun memiliki tujuan mewakili kepentingan
terselubung Katolik, cukong dan PDIP.

Di era kekuasaan Megawati
saat menjabat selaku Presiden, sebenarnya praktek kejahatan penjualan
aset-aset negara dan skandal BLBI merupakan rangkaian fakta yang secara
mencolok melibatkan persekongkolan para cukong, elite Katolik dan PDIP.
Namun fakta korupsi tersebut berlalu tanpa adanya proses penegakkan
hukum.

Konon dalam sebuah pertemuan terbatas, Jakob Oetama
memperlihatkan kegembiraannya dengan menegaskan bahwa, "kasus penjualan
aset-aset negara dan skandal BLBI yang tak tersentuh hukum, merupakan
keberhasilan dan kemenangan besar bagi para cukong, misionaris Katolik
dan elite PDIP."

Jakob Oetama adalah pendiri dan pemilik Kompas
Gramedia Group yang oleh para jema'at gereja dan aktivis Katolik, dengan
bangga menjulukinya sebagai "Uskup Pers" Indonesia. Sebuah jabatan
tertinggi dalam struktur industri media yang terbilang sukses memadukan
doktrin agama dan pragmatisme pers sebagai sarana bisnis, jaringan lobi
internasional serta corong perjuangan kepentingan ideologi.

Seorang
sahabat, mantan jurnalis senior dari sebuah majalah terkemuka nasional,
melontarkan pertayaan kritisnya: "Mengapa misionaris Katolik dan para
cukong tidak ingin menjalin afiliasi dengan ummat Islam untuk membangun
dan memajukan kehidupan rakyat banyak...?".

Pertanyaan itu
mengingatkan kita pada ungkapan penuh kebencian dan sinisme dari tokoh
Katolik Timor Leste, Uskup Belo di akhir tahun 1998: "Lebih baik membawa
mayoritas Katolik Timor-Timur lepas dari NKRI dari pada bergabung
dengan ummat Islam dalam kebhinekaan Indonesia...".

Sikap Uskup
Belo, sang separatis Katolik Timor Leste itu, jelas sangat naif dan
masih terasa relevan sebagaimana tergambar di atas. Yakni, bila
konspirasi politik Katolik, cukong dan PDIP memaksakan kepentingan
kelompok dengan menafikan aspirasi rakyat banyak, maka tak mustahil,
negeri ini akan terjebak dalam gejolak berkepanjangan dan ancaman
disintegrasi di masa depan.

by Faizal Assegaf http://visibaru.com/index.php/kolom/1478-katolik-tidak-berafiliasi-dengan-ummat-islam%E2%80%A6.html
#PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT ,
#dukungboikotMETROtv­ , #syuradikaraende95fr­aternity , Website Resmi
Kampanye www.visibaru.com #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia­ :
www.SelamatkanIndone­sia.com
visibaru.com - HOME

Sergey Mavrodi The Truth the Government doesnt want you to know



SERUAN PROGRES 98:


Demi penuntasan sejumlah kasus KKN yang

disinyalir melibatkan Jokowi dan Megawati sebagaimana telah kami adukan

ke KPK sebagai berikut:


(1) Kasus tiga rekening gratifikasi

Jokowi. (2) Kasus korupsi 12,4 APBD Solo saat Jokowi menjabat selaku

Walikota. (3) Kasus Bus Trans Jakarta Jokowi senilai 1,5 triliun. (4)

Kasus rekening Jokowi di luar negeri senilai US$ 8 juta. (5). Kasus

Release and Discharge BLBI oleh Megawati Soekarnoputri.


Maka melalui kesempatan ini kami serukan kepada sahabat-sahabat pejuang

perubahan untuk bergabung dengan aktivis Progres 98 guna melakukan aksi

nginap di KPK, terhitung sejak:


Tanggal: Rabu malam 30 Juli, pukul 18.00 WIB hingga 21 hari ke depan, tempat Gedung KPK.


salam hormat


Faizal Assegaf
Ketua Progres


NB: Aksi ini dilakukan secara damai dan terbuka untuk umum. Berkenan untuk disebarkan ke seluruh
Photo

Saturday, 26 July 2014

Pesan Video Prabowo Subianto | 25 Juli 2014

 Bos Kompas: Katolik dan Cukong Wajib Dukung Jokowi

    Cetak  

    Post 23 Maret 2014
    By Faizal Assegaf  

kompas Jakob Oetama dan sinar Mas

Ada cerita menarik yang beredar terbatas di kalangan petinggi Kompas Gramedia Group. Tentang konspirasi di balik opini bentukan jaringan media menghadapi pemilu 2014. Tentang "kolaborasi kotor" kelompok misionaris Katolik, konglomerasi Tionghoa dan elit PDIP. Tentang rekayasa pencitraan Jokowi - Ahok menggilas akal sehat publik.

Kisah penuh misteri itu berawal di akhir bulan Desember 2013. Orang - orang berduit triliun rupiah yang kemudian dikenal dengan "cukong", berkumpul bersama petinggi Kompas Gramedia Group, elite PDIP dan misionaris Katolik. Atas nama kesamaan kepentingan ideologi, merumuskan sebuah konspirasi jahat.

"Kita sudah berhasil membawa Jokowi - Ahok di posisi jabatan strategis DKI Jakarta, kini selanjutnya mempermulus jalan untuk memastikan Jokowi menjadi Presiden dan Ahok tampil memimpin Jakarta." Sembari menegaskan: "Ini tahapan finalisasi untuk menguasai Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim."

Dengan mengusung tema liputan "Indonesia Satu", crew redaksi Kompas bergerak lincah menyebarkan serangkaian isu dan opini penuh tipu muslihat ke ruang publik. Sasaran mendongkrak popularitas Jokowi - Ahok dan menghembuskan kebencian rakyat kepada elite dan partai non PDIP.

Hasilnya, dalam kurun waktu yang tidak lama, Jokowi - Ahok diposisikan sebagai figur fenomenal di panggung politik nasional jelang Pemilu 2014. Publik hampir setiap hari disuguhi berbagai berita dari aneka lakon dua boneka yang terus melenggang bebas mewakili ambisi cukong dan jaringan katolik.

Dengan mengabaikan visi, Jokowi - Ahok hadir bagai sinetron berdurasi tanpa batas menyihir pembaca dan pemirsa. Mulai dari serangkaian kisah blusukan Jokowi yang menguras anggaran miliaran rupiah dari APBD, hingga celoteh penuh amarah tanpa etika diperankan secara membabi-buta oleh Ahok. Mirip pertunjukan "topeng monyet", yang setiap gerak-geriknya sudah terlatih dan sepenuhnya dikendali oleh dalang alias cukong.

Jejak Hitam

Kompas punya sejarah panjang dalam kongsi kepentingan dengan cukong. Media utama milik kelompok Katolik ini, telah menjadi jaringan yang terus menggurita. Di tahun 1998 - 1999, Kompas sukses mencitrakan pengaruh Uskup Belo dalam pergolakkan politik paling spektakuler yang berujung pada pelepasan Timor-Timur dari wilayah NKRI.

Uskup Belo dikesankan bagai pahlawan kemanusiaan yang secara sporadis menyudutkan ABRI (TNI) sebagai penjahat HAM dalam serangkaian kasus pembantaian massal di Timor-Timur. Tudingan tanpa bukti itu, nyaris setiap hari menghias halaman utama koran Kompas dan memicu intervensi kekuatan asing.

Setelah setahun Timor-Timur lepas dari NKRI, publik kemudian baru menyadari ternyata: Uskup Belo dan Kompas terlibat bermain mata untuk memuluskan kepentingan cukong yang mengincar sumber kekayaan minyak di Laut Timor. Dan untuk hajat busuk itu, maka jalan ekstrim disintegrasi pun dimainkan.

Sangat menyedihkan, konspirasi Kompas dan gereja Katolik yang dipimpin oleh Uskup Belo sukses menyulut api kebencian di hati rakyat Timor-Timur. Di mana ratusan ribu warga Indonesia yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa yang puluhan tahun menetap di Timor-Timur menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi, diusir dan ribuan dari mereka kehilangan nyawa serta harta bendanya.

Tragedi berdarah lepasnya Timor-Timur (Timor Leste) dari wilayah Indonesia adalah fakta sejarah yang tak terlupakan. Wilayah yang berpenduduk mayoritas Katolik tersebut oleh Kompas sangat berkepentingan untuk menjadikannya sebagai negara boneka dalam kendali Australia, Eropa dan Amerika.

Timor Leste memiliki potensi sumber kekayaan alam dan berada di zona strategis serta berdampingan dengan NTT yang berpenduduk mayoritas Katolik. Dan oleh Australia, Timor Leste telah dijadikan pangkalan militer yang setiap saat dapat memperluas pengaruhnya dengan mencaplok kawasan di sekitarnya. Jalan kearah itu semakin terbuka lebar. Dan lagi-lagi, Kompas menyembunyikan rencana licik itu dari perhatian publik.

Bagaimana dengan Jokowi - Ahok...?

Kompas Gramedia Group, cukong dan basis jaringan Katolik dengan mencolok tengah gencar memainkan "disintegrasi politik" yang memporak-porandakan tatanan sosial di negeri ini. Melalui penunggangan PDIP, Jokowi dipaksakan tampil sebagai boneka mereka untuk dipersiapkan memimpin Indonesia lima tahun ke depan.

Skenario busuk itu tidak lain bertujuan untuk memperluas pengaruh Katolik dan cukong dalam penguasaan negara, sentra ekonomi-keuangan dan sebagainya. Ambisi itu sangat nyata, dan secara terbuka tokoh Katolik paling berpengaruh, Frans Maknis Suseno menyampaikan pesan berupa ancaman: "Bila Jokowi tidak jadi presiden maka Indonesia akan rusuh..."

Pernyataan misionaris Katolik Frans Maknis Suseno, tidak berbeda dengan apa yang pernah dilontarkan oleh Uskup Belo: "Lebih baik membawa mayoritas Katolik Timor-Timur lepas dari NKRI dari pada bergabung dengan ummat Islam dalam kebhinekaan Indonesia..."

Cara pandang para tokoh Katolik yang berkonsiprasi dengan cukong, membuat banyak pihak bertanya: "Di mana sikap nasionalisme Megawati dan politisi PDIP...?".

Hem, uang dan kerakusan kekuasaan telah melunturkan spirit nasionalisme elite partai. Masa depan rakyat di negeri ini tengah berjalan menuju jurang kehancuran. Prihatin !

by Faizal Assegaf
 Katolik Tidak Berafiliasi Dengan Ummat Islam…?

    Cetak  

    Post 19 Maret 2014
    By faizal assegaf  

da vinci code dan brown vb1

"Kalian punya partai politik, tapi kami menguasai jaringan media, sponsor keuangan dan akses lobi internasional."

Kalimat pendek penuh makna itu secara tersirat menjadi spirit dan doktrin gerakan politik misionaris Katolik di negeri ini. Dan terbukti, lebih dari 40 tahun, kedigdayaan Katolik tumbuh dalam aneka industri media massa dan jaringan bisnis percetakan: Kompas Gramedia Group.

Katolik sebagai agama peninggalan kolonial Belanda dan Portugal di Indonesia, memiliki keunggulan dan kian menancapkan taringnya di berbagai sektor strategis nasional. Namun menariknya, kekuatan yang demikian solid dan sangat berpengaruh tersebut tidak banyak diketahui oleh publik.

Tetapi bagi mereka yang telibat dalam dunia jurnalisme dan aktivis pergerakan, sangat memahami secara mendalam serangkaian "permainan kotor" politik para misionaris Katolik. Yakni, adanya "grand design" dari ambisi terselubung ekstrimis Katolik untuk menguasai sentra-sentra kehidupan bangsa dan negara.

Di permukaan lakon Katolik tampil sebagai agama yang gencar menghembuskan isu humanisme, pluralisme, demokrasi, HAM dan toleransi. Namun di balik semua pencitraan itu, berbagai jaringan Katolik sangat agresif memporak-porandakan kehidupan rakyat.

Sebut saja, konspirasi elite Katolik terlihat mencolok dari peran media Kompas dan gerakan ribuan relawan dari ratusan yayasan yang berada di bawah kendali Kompas Gramedia Group, kian bergerak mendorong "kebangkitan politik dalam penyatuan kepentingan syahwat cukong (kapitalis) dan PDIP".

Persenyawaan dari perpaduan jaringan Katolik, cukong dan PDIP tersebut, secara perlahan namun pasti, dengan cepat mengantarkan Jokowi- Ahok sebagai produk politik paling mutakhir dan penuh tipu muslihat di perhelatan pemilu 2014.

Realitas tak elok itu sesungguhnya telah menjadi perbincangan serius yang hampir merata di berbagai kalangan elite bangsa. Dan secara spesifik telah memicu kesadaran kaum muda di pusat-pusat kajian dan komunitas aktivis pergerakan. Yakni, memahami bahwa Jokowi-Ahok hadir tak sekedar mengisi ruang demokrasi secara alami, namun memiliki tujuan mewakili kepentingan terselubung Katolik, cukong dan PDIP.

Di era kekuasaan Megawati saat menjabat selaku Presiden, sebenarnya praktek kejahatan penjualan aset-aset negara dan skandal BLBI merupakan rangkaian fakta yang secara mencolok melibatkan persekongkolan para cukong, elite Katolik dan PDIP. Namun fakta korupsi tersebut berlalu tanpa adanya proses penegakkan hukum.

Konon dalam sebuah pertemuan terbatas, Jakob Oetama memperlihatkan kegembiraannya dengan menegaskan bahwa, "kasus penjualan aset-aset negara dan skandal BLBI yang tak tersentuh hukum, merupakan keberhasilan dan kemenangan besar bagi para cukong, misionaris Katolik dan elite PDIP."

Jakob Oetama adalah pendiri dan pemilik Kompas Gramedia Group yang oleh para jema'at gereja dan aktivis Katolik, dengan bangga menjulukinya sebagai "Uskup Pers" Indonesia. Sebuah jabatan tertinggi dalam struktur industri media yang terbilang sukses memadukan doktrin agama dan pragmatisme pers sebagai sarana bisnis, jaringan lobi internasional serta corong perjuangan kepentingan ideologi.

Seorang sahabat, mantan jurnalis senior dari sebuah majalah terkemuka nasional, melontarkan pertayaan kritisnya: "Mengapa misionaris Katolik dan para cukong tidak ingin menjalin afiliasi dengan ummat Islam untuk membangun dan memajukan kehidupan rakyat banyak...?".

Pertanyaan itu mengingatkan kita pada ungkapan penuh kebencian dan sinisme dari tokoh Katolik Timor Leste, Uskup Belo di akhir tahun 1998: "Lebih baik membawa mayoritas Katolik Timor-Timur lepas dari NKRI dari pada bergabung dengan ummat Islam dalam kebhinekaan Indonesia...".

Sikap Uskup Belo, sang separatis Katolik Timor Leste itu, jelas sangat naif dan masih terasa relevan sebagaimana tergambar di atas. Yakni, bila konspirasi politik Katolik, cukong dan PDIP memaksakan kepentingan kelompok dengan menafikan aspirasi rakyat banyak, maka tak mustahil, negeri ini akan terjebak dalam gejolak berkepanjangan dan ancaman disintegrasi di masa depan.

by Faizal Assegaf http://visibaru.com/index.php/kolom/1478-katolik-tidak-berafiliasi-dengan-ummat-islam%E2%80%A6.html
#PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT , #dukungboikotMETROtv­ , #syuradikaraende95fr­aternity , Website Resmi Kampanye www.visibaru.com #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia­ :
www.SelamatkanIndone­sia.com
visibaru.com - HOME

Thursday, 24 July 2014

Prabowo Bergoyang Bersama Nusa Tenggara Timur

sdra"ku

dan shbat"ku,,, yakin dan percayalah,,, Prabowo-Hatta pemenangnya,, jgn

takut tebarkan kebenaran, jgn ciut NYALI kita,,, Insha Allah kebenaran

itu NYATA dan sesungguhnya Allah SWT maha Kebenaran. Semoga kita slalu

dlm lidg Allah SWT. Aammiinnn,,,
VIDEO

AMATIR KECURANGAN. INI BARU SATU TPS MUNGKIN DITEMPAT LAIN LEBIH

LAGI...BROOOOOOOOOOOOOO. LIHAT, AMATI , KOMENT DAN SEBARKAN!

BUSUK..BUSUK..BUSUK....BUSUK..
Play Videosi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituding sejumlah pihak, baik

kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa maupun Joko Widodo-Jusuf Kalla telah terjadi kejanggalan.

Untuk itu, TNI dan Polri sebagai intitusi negara yang dianggap mendokumentasikan hasil

perhitungan suara di tingkat TPS dan PPK seluruh Indonesia, didesak untuk membuka dokumen

internal tersebut.

“Untuk apa TNI-Polri dilibatkan sebagai petugas dokumentasi hasil perhitungan suara di

setiap TPS dan PPK jika dengan alasan menjaga netralitasnya TNI-Polri tidak mau berhadapan

dengan rakyat tetapi membiarkan kegaduhan dan kerusuhan antar rakyat. Mereka menjadi pihak

yang paling bertanggungjawab atas keamanan, ketenangan, keselamatan negara dan rakyat,” ujar

Sekjen Centre For Democracy And Social Justice Studies (CeDSoS) Umar Abduh dalam diskusi

Benarkah Penyelenggaraan Pilpres Bebas dari Campur Tangan Peserta Pemilu dan Intervensi

Asing di Jakarta, Selasa (22/7/2014).

Pengamat intelijen ini menilai, Polri dan TNI seharusnya lebih mengedepankan kejujuran dan

tanggungjawabnya sebagai aparat keamanan. Apalagi keduanya terikat kuat dengan Sapta Marga

dan sumpah prajurit untuk setia dan membela negara atau konsitutusi.

“Ini adalah pola operasi intelijen. Di mana pelibatan institusi secara Undang-undang tidak

boleh. Polri dan TNI tidak boleh sebagai pelaksana pemilu,” jelasnya.

Dalam kondisi dan situasi yang berpotensi mencederai demokrasi dan memicu kerusuhan

horizontal akibat dampak kecurangan kata Umar, kedua institusi tersebut wajib tampil dan

mengambil tanggungjawab penuh untuk mengembalikan tupoksi KPU ke proporsinya semula.

“Di sini saya masih prasangka baik. Jika Polri dan TNI benar-benar netral dan Sapta Margais,

peka sebagai keamanan. Maka harus keluarkan dokumen tersebut (perhitungan suara),” tegasnya.
- See more at:

http://www.kompasislam.com/2014/07/23/bongkar-kecurangan-pilpres-tni-polri-didesak-buka-doku

mentasi-hasil-penghitungan-suara/#sthash.OrxSa2O2.dpuf

Tuesday, 22 July 2014

Full Pernyataan Prabowo Resmi Menolak Hasil Penghitungan KPU Pemilu 2014

PERNYATAAN PRABOWO SUBIANTO
22 JULI 2014

Kalau sekedar mencari hidup enak, saya tidak perlu berjuang di bidang politik.


Demokrasi artinya rakyat berkuasa. Wujud dari demokrasi adalah
pemilihan, dan esensi pemilihan adalah pemilihan yang jujur, yang bersih
dan yang adil.

Kalu ada yang mencoblos pulihan, ratusan surat suara itu tidak demokratis. Dari Papua saja ada 14 kabupaten yang tidak pernah mencoblos tetapi ada hasil pemilu. Ada 5.000 lebih TPS di DKI yang direkomendasikan PSU tetapi tidak digubris oleh KPU.

Oleh karena itu, kami Prabowo-Hatta mengambil sikap sebagai berikut:


1. Proses penyelenggaraan pilpres yang diselenggarakan oleh KPU
bermasalah. Sebagai pelaksana, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Banyak
peraturan main yang dibuat justru dilanggar sendiri oleh KPU.

2. Rekomendasi Bawaslu banyak diabaikan oleh KPU.

3. Ditemukannya banyak tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara dan pihak asing.


4. KPU selalu mengalihkan masalah ke MK, seolah-olah setiap keberatan
harus diselesaikan di MK padahal sumber masalahnya di KPU.

5. Telah terjadi kecurangan masif dan sistematis untuk mempengaruhi hasil pemilu presiden.


Oleh karena itu, saya Prabowo-Hatta akan menggunakan hak konstitusional
kami menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum. Oleh karena itu
kami menarik diri dari proses yang sedang berlangsung.

Kami
tidak bersedia mengorbankan mandat yang telah diberikan oleh rakyat
dipermainkan dan diselewengkan. Kami siap menang dan siap kalah dengan
cara yang demokratis dan terhormat.

Bagi setiap rakyat
Indonesia yang telah memilih kami, kami minta untuk tetap tenang.
Yakinlah kami tidak akan membiarkan hak demokrasi diciderai.

Saya menginstruksikan kepada saksi-saksi yang sedang mengikuti proses rekapitulasi di KPU untuk tidak melanjutkan.

- - -


Kami menambahkan, bahwa kami tetap minta semua pendukung kami untuk
selalu dan tetap tenang. Kami akan berjuang di atas landasan konstitusi,
di atas landasan hukum, di atas landasan tidak menggunakan kekerasan
apapun.

H. Prabowo Subianto

Monday, 21 July 2014

USA for Africa - We Are The World ( Original Music Video 1985 ) HD / HQ

BREAKING
NEWS dari Theron Mamanua: jam 8 pagi tiga Tim Ahli IT mendampingi
penyidik mabes Polri terhadap 37 Hackers yg menggelembungkan suara di
Rekap C-1 Kecamatan dari separo Golput/kecamatan di Jateng, DIY,
SULUT,Jatim danPapua sejumlah: 4,882juta suara utk JKWi. Semoga bisa KPU
Gunakan sbgai dasar hukum yg sah utk "membatalkan' dan mengurangi
perolehan suara JKWi dgn 4,882jt suara. Sehingga otomatis PRABOWO-HATTA
MENANG .....barusan saja Berita Acara Penyidikan Kejahatan
Penggelembungan Suara JKW di 5 Provinsi diteken oleh KABARESKRIM. Malam
ini langsung dibawa ke Bawaslu& KPU.... Semoga ini pertanda
kemenangan Bravo Salam Indonesia BangkitHanya info ya. Koreksi sendiri
ya, jangan di balas.

USA for Africa - We Are The World ( Original Music Video 1985 ) HD / HQ

Mari dukung dan kawal terus perjuangan Bapak Prabowo-Hatta beserta seluruh anggota koalisi merah putih dalam membangun dan memberikan perubahan nyata kepada bangsa ini agar menjadi bangsa yang lebih baik lagi. Tetap bantu kawal terus penghitungan suara di KPU hingga selesai, agar suara Prabowo-Hatta tetap aman dan terjaga. Salam Indonesia Raya. #PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT , #dukungboikotMETROtv­ , #syuradikaraende95fr­aternity , Website Resmi Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia­ :

www.SelamatkanIndone­sia.com

Mohon informasi ini disebarluaskan. Berikut adalah link-link utama dari situs Selamatkan Indonesia:

Rekam Jejak Lengkap H. Prabowo Subianto
http://­selamatkanindonesia.c­om/Prabowo.html

Rekam Jejak Lengkap Ir. H. Hatta Rajasa
http://­selamatkanindonesia.c­om/Hatta.html

Jawaban dari Semua Kampanye Hitam ke Prabowo-Hatta
http://­selamatkanindonesia.c­om/­KampanyeHitam.html

Visi dan Misi Prabowo-Hatta
http://­selamatkanindonesia.c­om/­KampanyeHitam.html

Testimoni Tokoh untuk Prabowo-Hatta
http://­selamatkanindonesia.c­om/Testimoni.html

Mohon informasi ini disebarluaskan seluas-luasnya. Terima kasih.
Mari Selamatkan Indonesia! Dengan H. Prabowo Subianto dan Ir. H. Hatta Rajasa
selamatkanindonesia.­com

Wednesday, 16 July 2014

Contoh Pedang Jepang Roll 15 Trilyun Rupiah (5)



Nanik Deyang:


Tribune (Kompas) kembali membuat berita bohong. Kok betah ya wartawan
Tribune itu membuat berita bohong. Dimana nurani seorang wartawan,
padahal seorang wartawan itu harus punya kejujuran.

Seperti saat
hari pencoblosan, mereka tulis "Prabowo Ngamuk Pada
Waratawan"...kemarin mereka tulis "Prabowo Marah Pada The Jakarta Post
dengan Mengeluarkan kata-Kata Yang Tidak Pantas". Yg Berita pertama soal
Pak Prabowo marah di Hambalang, langsung dibantah oleh wartawan yg di
up load videonya ke youtube oleh temannya, dan wartawati yg disebut
dimarahi Pak PS itu malah membantah sendiri kalau Pak PS marah-marah
pada wartawan di rumahnya, Hambalang usai pencoblosan.

Oke saya
akan cerita apa yg saya lihat yang berkait dengan wartawan The Jakarta
Post, semoga nanti anda semua bisa menyimpulkan sendiri, bagaimana
sebetulnya berita yg ditulis Tribune tersebut .

Ceritanya begini,
kemarin sore sehabis acara deklarasi merah putih di Tugu Proklamasi,
Pak PS digiring orangnya ARB, Rizal Malarangeng ke kantornya Freedom
Institut. Rizal ternyata membuat ruangan Media Center Prabowo-Hatta,
khusus untuk media asing. Saya ulang MEDIA CENTER KHUSUS MEDIA ASING.


Dalam rangka "meresmikan" tempat tersebut, Rizal minta Direktur Media
dan Komunikasi Timkamnas, Budi Purnomo, mengundang wartawan asing dari
media asing. Jadi acara kemarin sore itu diperuntukkan untuk wartawan
dan media ASING, bukan wartawan nasional. Nah, dalam kesempatan itu
hadir sekitar 20 wartawan dari media asing....namun tiba2 wartawan
nasional yg habis meliput deklarasi langsung merangsek masuk, meski
sebagian tau diri tidak ikut dalam jumpa pers tersebut.

Rizal
kemudian memberi kesempatan Pak PS untuk maju ke podium, menyampaikan
sedikit pengantar, dan dilanjutkan tanya-jawab semua dalam BAHASA
INGGRIS. Setelah menjawab beberapa pertanyaan beberapa wartawan,
tiba-tiba seorang wartawan cewek bukan bule mengacungkan tangan. Dia
kemudian menyebut dari The Jakarta Post. Dengan tertawa-tawa...saya
ulang lagi dengan tertawa-tawa, dalam bahasa Inggris, Pak PS menolak
apapun pertanyaan Jakarta Post, karena menurut Pak PS The Jakarta Post
sudah menjadi media partisan. Media yg tidak adil. Si wartawati pun
menerima tolakan Pak Prabowo juga tidak merengut tapi juga tertawa-tawa,
sambil janji akan memuat apapun jawaban Pak PS, tapi Pak PS lagi-lagi
dengan tertawa bilang tdk mau, karena takut dipelintir jawabannya.


Nah usai tanya-jawab, Pak PS menyalami semua wartawan, termasuk
wartawati Jakarta Post. SAYA PERSIS BERDIRI DI BELAKANG (ngikuti dari
belakang Pak PS), saat menyalami wartawati The Jakarta Post, si
wartawati coba mau tanya lagi tapi dalam bahasa Indonesia "Aduh udah
deh, The Jakarta Post itu jahat. Pemilik The Jakarta Post Sofyan Wanandi
itu jahat. Coba gimana gak jahat, kita bantah gak dimuat. Saya pernah
buat artikel yg saya tulis sendiri tidak dimuat, ada orang sy yg nulis
juga tdk diturunkan," kata Pak PS sambil tertawa, dan berlalu.


Karena banyak wartawan asing lainnya yg mencegat, dan dari belakang saya
bilang.."Ayo pak, sudah Pak, gak usah diladeni, Bapak belum salat
Maghrib". Saya mendorong Pak PS dari belakang, kemudian sambil jalan,
karena wartawati The Jakarta Post tersebut tetap bertanya maka akhirnya
Pak PS nyahuti dan menjawab pertanyaan sang wartawan, yaitu mengenai
tujuan deklarasi Merah Putih.

Nah, mari kita lihat kejanggalan berita Tribune, dan sopan santunnya sebagai media:


1. Acara tersebut untuk wartawan atau media asing, lalu kalau kemudian
Tribun masuk ruangan kemudian membuat berita, dan beritanya tdk sesui
fakta, karena faktanya seperti di atas, dan apa yg saya tulis ini bisa
dikonfirmasi ke wartawan asing, berarti dia (media dan wartawan Tribune)
melakukan kebohongan publik, dan mencuri informasi. Karena sudah tdk
diundang ikut jadi penyelundup di antara wartawan asing, dan membuat
berita yg tdk benar. Mengapa kebohongan publik, karena omongan kasar
seperti yg ditulis di Tribune itu sama sekali tidak dilontarkan Pak PS.
Ingat Pak PS tidak pernah bicara kasar, bicara tegas iya, tapi bicara
kasar, sampai seolah kata-katanya tdk layak ditampilkan di media, saya
pastikan tidak! Saya jadi pengin tau, wartawan Tribune itu punya
rekamannya nggak?

2. The Jakarta Post itu sebetulnya media asing
atau media lokal berbahasa Inggris, lalu kalau media tersebut ikut
jumpa pers media asing, dan saat Pak PS ditanya tdk mau jawab, salah
atau benar? Kan juga sah-sah saja bapak tdk menjawab, lha wong yg
diundang media asing.

3. Saat bapak bicara dalam bahasa
Indonesia (saat nyalami wartawati The Jakarta Post), posisi bapak ada di
tengah-tengah wartawan asing, dan saya lihat beberapa orang bukan bule,
mungkin wartawan nasional berdiri di belakang. Nah kalau sy yg dekat
saja, tidak mendengar Pak PS ngomong kasar, bagaimana wartawan Tribune
yg berdiri jauh (karena selain saya yg mengerumuni Pak PS wartawan bule)
nulis berita itu kok dengar Pak PS ngomong kasar. INGAT, wartawati dan
Pak PS dalam posisi tertawa-tawa. Kalau wartawati The Jakarta Post ini
jujur, dia mustinya bisa mengatakan "BOHONG BESAR" atas berita tersebut,
tapi apakah mau wartawati The Jakarta Post mau membela Pak PS? Ingat
The Jakarta Post selain milik Sofyan Wanandi, juga milik Kompas dan
Tempo, dan anda semua tau bagaimana sikap media tersebut ke Pak PS.


Nah, demikian tulisan ini saya buat, ini bulan puasa, adalah sebuah
dosa besar apabila sy melakukan pembohongan atas tulisan ini, dan bila
ada yg mengenal wartawan asing, maka apa yg saya tulis ini bisa
dikonfirmasikan.
Saya mantan wartawan, meski sy mendukung Pak PS,
apapun yg saya katakan bisa dipertangungjawabkan, di hadapan Allah SWT,
di hadapan hukum dan masyarakat.

Satu catatan kecil, di
perusahaan kami, semua wartawan media di didik tidak bohong itulah
sebabnya, meski mereka suka gengsi untuk merekam, maka para Pimred di
media kami mewajibkan anak-buahnya untuk merekam, apapun yg dikatakan
nara sumber, sehingga semua berita yg disuguhkan bisa
dipertangungjawabkan, dan bukan membuat berita dengan cara MENGARANG
BEBAS.

Satu catatan lagi, Tribune saat ini juga dilaporkan
Fadlizon ke polisi, atas tulisannya mengenai fitnah Fadlizon bagi-bagi
duit di Semarang. Padahal kejadian yg sebenarnya, ada orang miskin
nyegat Fadlizon saat berjalan, dan Fadli gak tega kemudian memberi uang
Rp 150 ribu. Eh di sebelah orang miskin itu ternyata ada pengemis, dan
Fadli memberi Rp 100 ribu. Bayangkan kalau apa yg dilakukan Fadli itu
dalam rangka money politic, masak memberi uang dalam keadaan terbuka,
dan hanya pada dua orang. Itulah yg kemudian yg menjadi dasar Fadlizon,
melaporkan Tribune ke Polisi, krn melakukan pencemaran nama baik.

Sunday, 13 July 2014

Israel: Hamas to pay for killings



"I
want them here," Mohammed's mother says through tears. "I want these
women to support me." What happened when amid rocket fire Israeli
mourners visited the family of the murdered Palestinian teenager:
http://ow.ly/z5PZu In this together: The uncle of the slain Israeli
teenager Naftali Fraenkel consoles Hussein Abu Khdeir, father of
Mohammed.
"I want them here," Mohammed's mother says through tears.
"I want these women to support me." What happened when amid rocket fire
Israeli mourners visited the family of the murdered Palestinian
teenager: http://ow.ly/z5PZu In this together: The uncle of the slain
Israeli teenager Naftali Fraenkel consoles Hussein Abu Khdeir, father of
Mohammed.
The family of slain Palestinian teenager received
condolences from an unlikely source Tuesday: Israelis who had asked to
come and mourn with them.

The scene was predictably awkward, even
painfully so. But as NPR's Ari Shapiro reported for today's Morning
Edition, the visit also brought a moment of grace for many of those
involved.

The Abu Khdeir family lives in East Jerusalem, miles
from the violence around Gaza, where militants have been firing rockets
and Israel has launched airstrikes this week. With those tensions as a
backdrop, a group of Israelis visited the family Tuesday, despite some
relatives' concerns that such a visit might be used as a public
relations stunt.

Here's how Ari describes the scene:

   
"A huge group of Israelis has just pulled up in a tour bus, and people
are arriving, some wearing yarmulkes, some wearing headscarves. They are
young, and old, wearing sunglasses and flip-flops or somber button-up
shirts and slacks.

    "The murdered teenager's uncle stiffly
stands to greet his visitors. He tells me his culture of hospitality
compels him to greet these guests warmly.

    " 'I am an Arab,' he says. 'As long as they are in my house, I cannot turn them back. They are welcome in my house.'

   
"A cousin, Nihaya Abu Khdeir, stands to the side. She says she has
mixed feelings. 'We have our culture and our respect. We can't just tell
them to go, even if we want them to.'

    "So, the Israelis sit awkwardly in the plastic chairs."

They
have come to apologize for the behavior of extremists, they say. But
not all the relatives want the visitors there; one woman screams not to
let others in.

Explaining why she came, teacher Nena Leibel tells
Ari, "I personally think that any time one person does something good
for another person, this world gets a little better."

Leibel
brought dates and coffee as a gift for the family. But as Ari says, "one
of Abu Khdeir's aunts told her, 'I don't want anything from you.' So
she hangs on to them."

Ari asks another visitor, Ruth Danziger, if it's hard to make such gestures when attacks are underway.

"Maybe," she says. But, she adds, "I think the peace will come from the people, not from our leaders."

Eventually, the Israeli women gather near Mohammed's mother in an extraordinary scene, as Ari describes it:

   
"In the center of the grape arbor, Mohammed Abu Khdeir's mother Suha
sits, weeping over the loss of her son. Many of the Israeli women around
her are crying, too.

    "She speaks Arabic to my interpreter, who translates.

    " 'I want them here,' she says through tears. 'I want these women to support me.' "

As
he left, Ari says, Leibel stopped him to say that the gifts she had
brought — dates and coffee — were finally accepted. In return, she got a
hug, she says.

Thursday, 10 July 2014

Israel continues caring for Gaza patients | ISRAEL21c

Israel continues caring for Gaza patients | ISRAEL21c#PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT , #dukungboikotMETROtv­ , #syuradikaraende95fr­aternity , Website Resmi Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia­ :
MERDEKA.COM. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani tak persoalkan perbedaan hasil hitung cepat di pilpres kemarin. Dia hanya mengkritisi kubu Jokowi-JK yang sudah deklarasi kemenangan saat TPS-TPS belum selesai menghitung suara.

"Persoalannya kredibilitas (survei) itu nanti akan ditentukan pastinya tanggal 22 Juli, jadi saya kira masalahnya adalah pada saat quick count belum tuntas dinyatakan selesai ada pihak yang mengklaim menang itu problemnya," ujar Muzani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/7).

Menurut dia, tidak masuk akal Kubu Jokowi-JK melakukan deklarasi pada Pukul 14.00 WIB. Dia melihat ini strategi Jokowi-JK jika nanti saat real count KPU menyatakan Prabowo-Hatta maka akan dituduh curang.

"Jam 2 di saat perhitungan belum selesai di Indonesia bagian barat sudah dinyatakan menang itu problem yang menurut hemat kami menimbulkan situasi dimana ada skenario dia ingin mengklaim menang kemudian kalah seolah-olah ada kecurangan," tegas Muzani.

Anggota Komisi I DPR ini menilai, deklarasi yang terlalu dini hanya sebuah pembenaran semata. Dia melihat, dari dahulu memang PDIP selalu bermain persepsi.

"Inikan ada sebuah tindakan pembenaran apa yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kita hanya kecurangan yang bisa mengalahkan. Dari dulu bermainnya seperti itu bermain persepsi bermain seolah-olah bermain ya anu, ya anu," lanjut dia.

Israel continues caring for Gaza patients | ISRAEL21c

Israel continues caring for Gaza patients | ISRAEL21c#PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT , #dukungboikotMETROtv­ , #syuradikaraende95fr­aternity , Website Resmi Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia­ :
MERDEKA.COM. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani tak persoalkan perbedaan hasil hitung cepat di pilpres kemarin. Dia hanya mengkritisi kubu Jokowi-JK yang sudah deklarasi kemenangan saat TPS-TPS belum selesai menghitung suara.

"Persoalannya kredibilitas (survei) itu nanti akan ditentukan pastinya tanggal 22 Juli, jadi saya kira masalahnya adalah pada saat quick count belum tuntas dinyatakan selesai ada pihak yang mengklaim menang itu problemnya," ujar Muzani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/7).

Menurut dia, tidak masuk akal Kubu Jokowi-JK melakukan deklarasi pada Pukul 14.00 WIB. Dia melihat ini strategi Jokowi-JK jika nanti saat real count KPU menyatakan Prabowo-Hatta maka akan dituduh curang.

"Jam 2 di saat perhitungan belum selesai di Indonesia bagian barat sudah dinyatakan menang itu problem yang menurut hemat kami menimbulkan situasi dimana ada skenario dia ingin mengklaim menang kemudian kalah seolah-olah ada kecurangan," tegas Muzani.

Anggota Komisi I DPR ini menilai, deklarasi yang terlalu dini hanya sebuah pembenaran semata. Dia melihat, dari dahulu memang PDIP selalu bermain persepsi.

"Inikan ada sebuah tindakan pembenaran apa yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kita hanya kecurangan yang bisa mengalahkan. Dari dulu bermainnya seperti itu bermain persepsi bermain seolah-olah bermain ya anu, ya anu," lanjut dia.

Wednesday, 9 July 2014

Satu Hati Untuk Indonesia

Sahabat, banyak pendapat simpang-siur di masyarakat karena perbedaan hasil hitung cepat (quick count).


Yang harus serta wajib dipercaya adalah penghitungan nyata (real count)
dan hasil hitung nyata final Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merupakan
lembaga resmi penyelenggara Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia.

Berikut adalah Hasil sementara REAL COUNT oleh Tim Nasional Prabowo Hatta yang dikoordinasi oleh PKS (23.00 WIB, 9 Juli 2014)

Prabowo-Hatta 52,3%, Jokowi-JK 47,7%

Data dari 270 ribu TPS di 33 provinsi di 359 kab/kota di Indonesia.

http://m.merdeka.com/politik/real-count-pks-prabowo-hatta-523-jokowi-jk-477.html

Silahkan disebarkan , ‪#‎jagasuaraPRABOWOHATTA‬
Sahabat, banyak pendapat simpang-siur di masyarakat karena perbedaan hasil hitung cepat (quick count). 

Yang harus serta wajib dipercaya adalah penghitungan nyata (real count) dan hasil hitung nyata final Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merupakan lembaga resmi penyelenggara Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia.

Berikut adalah Hasil sementara REAL COUNT oleh Tim Nasional Prabowo Hatta yang dikoordinasi oleh PKS (23.00 WIB, 9 Juli 2014)

Prabowo-Hatta 52,3%, Jokowi-JK 47,7%

Data dari 270 ribu TPS di 33 provinsi di 359 kab/kota di Indonesia.

http://m.merdeka.com/politik/real-count-pks-prabowo-hatta-523-jokowi-jk-477.html

Silahkan disebarkan , #jagasuaraPRABOWOHATTA

Prabowo Subianto Fan's Blog: Blog Sejarah Smadda: Biografi Prabowo Subianto

Prabowo Subianto Fan's Blog: Blog Sejarah Smadda: Biografi Prabowo Subianto: Blog Sejarah Smadda: Biografi Prabowo Subianto : Hello Historian.... Prabowo Subianto dilahirkan dengan nama lengkap Prabowo Subianto Dj...

STRIKE BACK !!! Selamat siang sahabat di seluruh tanah air,
Apakah sahabat ‪#‎SudahCoblosPeciPrabowo‬? Mari kita kawal dan awasi jalannya penghitungan suara di TPS masing-masing. Jika ada kecurangan, mohon laporkan ke halaman ini atau melalui aplikasi Jaringan Gerindra atau dengan mengakses www.JaringanGerindra.com
Terima kasih dan salam Indonesia Raya!
GERINDRA - Gerakan Indonesia Raya
jaringangerindra.com