Wednesday 16 July 2014

Contoh Pedang Jepang Roll 15 Trilyun Rupiah (5)



Nanik Deyang:


Tribune (Kompas) kembali membuat berita bohong. Kok betah ya wartawan
Tribune itu membuat berita bohong. Dimana nurani seorang wartawan,
padahal seorang wartawan itu harus punya kejujuran.

Seperti saat
hari pencoblosan, mereka tulis "Prabowo Ngamuk Pada
Waratawan"...kemarin mereka tulis "Prabowo Marah Pada The Jakarta Post
dengan Mengeluarkan kata-Kata Yang Tidak Pantas". Yg Berita pertama soal
Pak Prabowo marah di Hambalang, langsung dibantah oleh wartawan yg di
up load videonya ke youtube oleh temannya, dan wartawati yg disebut
dimarahi Pak PS itu malah membantah sendiri kalau Pak PS marah-marah
pada wartawan di rumahnya, Hambalang usai pencoblosan.

Oke saya
akan cerita apa yg saya lihat yang berkait dengan wartawan The Jakarta
Post, semoga nanti anda semua bisa menyimpulkan sendiri, bagaimana
sebetulnya berita yg ditulis Tribune tersebut .

Ceritanya begini,
kemarin sore sehabis acara deklarasi merah putih di Tugu Proklamasi,
Pak PS digiring orangnya ARB, Rizal Malarangeng ke kantornya Freedom
Institut. Rizal ternyata membuat ruangan Media Center Prabowo-Hatta,
khusus untuk media asing. Saya ulang MEDIA CENTER KHUSUS MEDIA ASING.


Dalam rangka "meresmikan" tempat tersebut, Rizal minta Direktur Media
dan Komunikasi Timkamnas, Budi Purnomo, mengundang wartawan asing dari
media asing. Jadi acara kemarin sore itu diperuntukkan untuk wartawan
dan media ASING, bukan wartawan nasional. Nah, dalam kesempatan itu
hadir sekitar 20 wartawan dari media asing....namun tiba2 wartawan
nasional yg habis meliput deklarasi langsung merangsek masuk, meski
sebagian tau diri tidak ikut dalam jumpa pers tersebut.

Rizal
kemudian memberi kesempatan Pak PS untuk maju ke podium, menyampaikan
sedikit pengantar, dan dilanjutkan tanya-jawab semua dalam BAHASA
INGGRIS. Setelah menjawab beberapa pertanyaan beberapa wartawan,
tiba-tiba seorang wartawan cewek bukan bule mengacungkan tangan. Dia
kemudian menyebut dari The Jakarta Post. Dengan tertawa-tawa...saya
ulang lagi dengan tertawa-tawa, dalam bahasa Inggris, Pak PS menolak
apapun pertanyaan Jakarta Post, karena menurut Pak PS The Jakarta Post
sudah menjadi media partisan. Media yg tidak adil. Si wartawati pun
menerima tolakan Pak Prabowo juga tidak merengut tapi juga tertawa-tawa,
sambil janji akan memuat apapun jawaban Pak PS, tapi Pak PS lagi-lagi
dengan tertawa bilang tdk mau, karena takut dipelintir jawabannya.


Nah usai tanya-jawab, Pak PS menyalami semua wartawan, termasuk
wartawati Jakarta Post. SAYA PERSIS BERDIRI DI BELAKANG (ngikuti dari
belakang Pak PS), saat menyalami wartawati The Jakarta Post, si
wartawati coba mau tanya lagi tapi dalam bahasa Indonesia "Aduh udah
deh, The Jakarta Post itu jahat. Pemilik The Jakarta Post Sofyan Wanandi
itu jahat. Coba gimana gak jahat, kita bantah gak dimuat. Saya pernah
buat artikel yg saya tulis sendiri tidak dimuat, ada orang sy yg nulis
juga tdk diturunkan," kata Pak PS sambil tertawa, dan berlalu.


Karena banyak wartawan asing lainnya yg mencegat, dan dari belakang saya
bilang.."Ayo pak, sudah Pak, gak usah diladeni, Bapak belum salat
Maghrib". Saya mendorong Pak PS dari belakang, kemudian sambil jalan,
karena wartawati The Jakarta Post tersebut tetap bertanya maka akhirnya
Pak PS nyahuti dan menjawab pertanyaan sang wartawan, yaitu mengenai
tujuan deklarasi Merah Putih.

Nah, mari kita lihat kejanggalan berita Tribune, dan sopan santunnya sebagai media:


1. Acara tersebut untuk wartawan atau media asing, lalu kalau kemudian
Tribun masuk ruangan kemudian membuat berita, dan beritanya tdk sesui
fakta, karena faktanya seperti di atas, dan apa yg saya tulis ini bisa
dikonfirmasi ke wartawan asing, berarti dia (media dan wartawan Tribune)
melakukan kebohongan publik, dan mencuri informasi. Karena sudah tdk
diundang ikut jadi penyelundup di antara wartawan asing, dan membuat
berita yg tdk benar. Mengapa kebohongan publik, karena omongan kasar
seperti yg ditulis di Tribune itu sama sekali tidak dilontarkan Pak PS.
Ingat Pak PS tidak pernah bicara kasar, bicara tegas iya, tapi bicara
kasar, sampai seolah kata-katanya tdk layak ditampilkan di media, saya
pastikan tidak! Saya jadi pengin tau, wartawan Tribune itu punya
rekamannya nggak?

2. The Jakarta Post itu sebetulnya media asing
atau media lokal berbahasa Inggris, lalu kalau media tersebut ikut
jumpa pers media asing, dan saat Pak PS ditanya tdk mau jawab, salah
atau benar? Kan juga sah-sah saja bapak tdk menjawab, lha wong yg
diundang media asing.

3. Saat bapak bicara dalam bahasa
Indonesia (saat nyalami wartawati The Jakarta Post), posisi bapak ada di
tengah-tengah wartawan asing, dan saya lihat beberapa orang bukan bule,
mungkin wartawan nasional berdiri di belakang. Nah kalau sy yg dekat
saja, tidak mendengar Pak PS ngomong kasar, bagaimana wartawan Tribune
yg berdiri jauh (karena selain saya yg mengerumuni Pak PS wartawan bule)
nulis berita itu kok dengar Pak PS ngomong kasar. INGAT, wartawati dan
Pak PS dalam posisi tertawa-tawa. Kalau wartawati The Jakarta Post ini
jujur, dia mustinya bisa mengatakan "BOHONG BESAR" atas berita tersebut,
tapi apakah mau wartawati The Jakarta Post mau membela Pak PS? Ingat
The Jakarta Post selain milik Sofyan Wanandi, juga milik Kompas dan
Tempo, dan anda semua tau bagaimana sikap media tersebut ke Pak PS.


Nah, demikian tulisan ini saya buat, ini bulan puasa, adalah sebuah
dosa besar apabila sy melakukan pembohongan atas tulisan ini, dan bila
ada yg mengenal wartawan asing, maka apa yg saya tulis ini bisa
dikonfirmasikan.
Saya mantan wartawan, meski sy mendukung Pak PS,
apapun yg saya katakan bisa dipertangungjawabkan, di hadapan Allah SWT,
di hadapan hukum dan masyarakat.

Satu catatan kecil, di
perusahaan kami, semua wartawan media di didik tidak bohong itulah
sebabnya, meski mereka suka gengsi untuk merekam, maka para Pimred di
media kami mewajibkan anak-buahnya untuk merekam, apapun yg dikatakan
nara sumber, sehingga semua berita yg disuguhkan bisa
dipertangungjawabkan, dan bukan membuat berita dengan cara MENGARANG
BEBAS.

Satu catatan lagi, Tribune saat ini juga dilaporkan
Fadlizon ke polisi, atas tulisannya mengenai fitnah Fadlizon bagi-bagi
duit di Semarang. Padahal kejadian yg sebenarnya, ada orang miskin
nyegat Fadlizon saat berjalan, dan Fadli gak tega kemudian memberi uang
Rp 150 ribu. Eh di sebelah orang miskin itu ternyata ada pengemis, dan
Fadli memberi Rp 100 ribu. Bayangkan kalau apa yg dilakukan Fadli itu
dalam rangka money politic, masak memberi uang dalam keadaan terbuka,
dan hanya pada dua orang. Itulah yg kemudian yg menjadi dasar Fadlizon,
melaporkan Tribune ke Polisi, krn melakukan pencemaran nama baik.

No comments:

Post a Comment